Saturday, 31 March 2012

Tungurahua: Erupsi Gunung Berapi Ecuador


Photo: Soledad Contreras, European Pressphoto Agency
Lava cair keluar dari gunung berapi Ekuador "Throat of Fire" pada tanggal 29 April 2011. Memuntahkan batu-batu besar sebesar truk dan melontarkannya hingga satu mil jauhnya, gunung berapi ini mengancam nyawa lebih dari 25.00 orang di dataran tinggi 80 mil dari selatan Quito, ibukota Ekuador. National Geographic mempunyai lebih banyak gambar di galerinya, mendokumentasikan kejadian ini. "Tenggorokan" gunung berapi yang sedang Anda amati sekarang ini sebenarnya adalah yang kedua, yang terbentuk dari sisa kaldera yang runtuh sekitar 3.000 tahun yang lalu.
Photo: Soledad Contreras, European Pressphoto Agency

Penduduk lokal menyebut gunung ini Mama Tungurahua (Tungurahua berarti “throat of fire”). Erupsinya menjadi bagian dari hidup penduduk lokal sejak tahun 1999 - era terakhir letusan dalam sejarah gunung berapi Tungurahua ini. Pada tahun 2006, erupsi paling ganas terjadi mengakibatkan meninggalnya 7 orang, sekeluarga dan dua oran gpeneliti. Erupsi terakhir ini menjadi lebih lambat pada 30 April, mempercepat pembersihan debu dan batu vulkanik di sekitar kota. Erupsi besar lainnya terjadi pada tahun 2006, 2008, dua kali pada tahun 2010 dan sekarang April 2011, jadi sepertinya gunung berapi ini akan bererupsi lebih sering dalam lini waktunya.

Referensi: http://www.environmentalgraffiti.com/nature/news-ecuadors-throat-fire-erupts

Saturday, 24 March 2012

Nyiragongo: Gunung Berapi Paling Berbahaya di Dunia


Lava di Nyiragongo tersusun atas bebatuan vulkanik yang kaya alkali; komposisi yang tidak biasa ini yang menyebabkan fluiditas lavanya.
Photo: Carsten Peter/National Geographic
Nyiragongo memiliki ketinggian lebih dari 2 mil di atas permukaan laut dan terletak di bagian timur Republik Demokrasi Kongo (RDK) dan adalah gunung berapi paling berbahaya di Afrika, kalo bukan di dunia. Hal ini menjadi sesuatu yang besar karena erupsi selanjutnya dalat menyebabkan kota-kota di sekitar Goma menjadi seperti Pompeii, diselimuti debu dan bebatuan cair - hanya beberapa orang saja dari jutaan orang yang berhasil bertahan hidup pada jalur ganasnya lava.

Fotografer terkenal dunia, Carsten Peter masuk ke dalam bagian ekspedisi National Geographic baru-baru ini untuk mengunjungi gunung berapi ini dan mengukur aktivitas gasnya supaya setidaknya bisa diprediksi kapankah gerangan letusan selanjutnya bakalan terjadi. Kematian tidaklah begitu jauh dari gunung berapi ini, kareng salah seorang peneliti berkata, "Kamu muda sekali mati di sini". Seorang turis meninggal pada tahun 2007; dia terjatuh ke gunung berapi ini. Gunung berapi ini sudah pernah menagalami erupsi dua kali dalam 25 tahun terakhir ini, terakhir pada tahun 2002, ketika semburan lava dari celah-celah gunung menuruni lereng-lereng langsung menuju Goma - memaksa 350.000 penduduknya untuk mengungsi dan menyapu bersih segala yang ada di kota tersebut.

Sejakkerusuhan sipil di RDK, lebih banyak lagi orang-orang yang ada di kota Goma, beberapa pengungsi yang tidak tahu menahu Nyiragongo bisa melakukan apa saja, beberapa orang yang lain yang mengalami kedahsyatan gunung berapi itu tetapi sehari-harinya berjuang mendahulukan hidupnya seraya khawatir tentang bayang-bayang gunung itu sendiri. Sebanyak 14 desa, sekitar 80% distrik bisnis dan lapangan udara Goma hancur luluh lantak pada erupsi yang terakhir. Ratusan hingga ribuan orang mengungsi ke Rwanda.
Photo: Carsten Peter/National Geographic
Dengan temperatur sekitar 1800°F, kawah lava tampak tak menentu dan liar. Ketika bebatuan cair bertamu dengan udara, dia mendingin dan membentuk lapisan pada permukaan kawah.

Pada pertunjukan "Manusia vs Gunung Berapi", yang disiarkan oleh National Geographic Channel pada tanggal 7 April 2001, Anda bisa menyaksikan Carsten Peter berusaha mendapatkan gambar di bibir gunung berapi. Kami sempat berbicara dengan Carsten mengenai pengalaman menakjubkannya. Satu dari pertanyaan membara yang kami ajukan adalah sampai sedekat apa dia ada di bibir kawah lava yang menggelegak di dalam Nyiragongo. Carsten menjawab, "Saya benar-benar ada di bibir kawah" sampai kami mengeluarkan pekik ketakutan mendengar jawabannya. "Maksudmu, Anda bisa menyentuhnya dengan tangan Anda?" tanya kami. "Hmm...faktanya adalah, di sana panasnya sangat membara dan ketika saya mendaki bibir kawah, saya tidak memakai pakaian termal...jadi saya terpapar panas luar biasa dan tidak bisa berlama-lama di sana. Bagi saya, pemandangan yang sejenak itu sudah sangat menakjibkan dan tak terlupakan."

Sekarang hal yang patut diingar adalah adanya "rembesan' yang terkenal, di mana lava cair keluar melalui puncak sehingga posisinya sewaktu-waktu dapat berpindah. Kami tidak akan pergi ke daerah berpotensi bahaya itu, tepian yang dapat retak kalau ada manusia yang berpijak di atasnya.

Carsten mengatakan, "Ini adalah ketiga kalinya saya ada di Nyiragongo. Saya merasa kurang atau lebih tahu dari apa yang saya harapkan. Tetapi, ini adalah pertama kalinya saya melihat kawah lava. Saat itu cukup dalam ternyata, sekitar 800 meter di bawah sana, dan sekarang yang ada adalah kawah raksasa...saya menyuakinya. Anda akan merasa terhipnotis. Anda ingin duduk di tepian dan mengamati sepanjang yang Anda inginkan, yang ternyata tidak mungkin. Banyak awan di sana. Awalnya visibilitas setengahnya lumayan. Anda bisa melihat sedikit, tapi tidak cukup banyak. Jika awan tidak ada, pemandangannya menjadi luar biasa - tergantung pada waktu juga sih. Makin lama, pemandangan makin berpendar dan Anda akan mulai menyadari situasi di sekitar Anda dan Anda akan makin takjub. Selama siang hari, Anda dapat melihat kilauannya, tetapi tidak seimpresif saat senja ataupun malam hari."
Photo: Carsten Peter/National Geographic
Anggota ekspedisi berjalan pada lantai kaldera lava yang sudah mendingin, tampak merah karena adanya kilau pantulan kawah. "Di bawah sana Anda akan merasakan gunung berapi itu", kata fotografer Carsten Peter. "Seperti ada gemuruh frekuensi rendah yang melewati tubuh Anda - seperti berada di dalam subwoofer raksasa."

Carsten menceritakan bahwa dia sebenarnya merasa lebih aman dengan gunung berapi ini daripada dengan gunung berapi yang mempunyai aliran piroklastik, meskipun keduanya berbahaya dan dapat merusakkan secara dahsyat. Dia mencontohkannya dengan mengatakan, "Jika Anda berkendara di dekat jurang dengan mobil atau truk, manakah yang paling berbahaya?'

 Terlepas dari bahaya yang ada, Carsten menyatakan bahwa dia mendapatkan momen yang patut dikenang, dan sangat senang membaginya  untuk kami, "Saya sangat suka situasi di hari pertama", jelasnya. "Para peneliti itu bergerak ke perkemahan puncak dan asisten saya juga sakit. Ketika mereka semua harus mendaki, saya serasa menguasai kawah ini sendirian di teras kedua. Saya menyukai situasi ini - menakjubkan - Anda merasa sangat terekspos dan di saat yang sama juga merasa sangat istimewa. Anda menikmati saat ini untuk diri Anda sendiri. Normalnya Anda harus menuruni gunung bersama-sama. Anda tidak bisa melakukannya sendirian: terlalu banyak yang harus dibawa, mengatur tali-tali, dan sebagainya. Itulah mengapa anda perlu grup. Di sisi lain, itu juga berarti saya mempunyai banyak masalah, kareng pada awalnya saya ingin mengabadikan proses para peneliti itu melakukan penelitiannya, tetapi mereka malah pergi."
Photo: National Geographic Television

Momen kedua khusus bagi Carsten datang  saat 'turun di teras ketiga, di bawah kawah lava'. Seperti yang ia ceritakan, "Kami menyadari bahwa kadang-kadang di tengah-tengah magma ada gas yang meletup-letup. Gas ini akan mengeluarkan frekuensi suara rendah yang dapat dirasakan oleh tubuh Anda tetapi tidak bisa didengar - sangat, sangat aneh". "Seperti perasaan ada gempa bumi?",tanya kami keheranan. "Ya, sepertinya bisa dirasakan oleh seluruh badan tapi Anda tidak bisa mendengarnya karena frekuensinya rendah, tetapi sangat kuat. Sangat menakjubkan. Kadang-kadang Anda merasakan kejutan-kejutan seperti ini. Anda tidak dapat menduga dari mana dia datang atau seperti apa bentuknya, seperti subwoofer raksasa".
Photo: Carsten Peter/National Geographic

Fotografer Carsten Peter mengetes baju termal yang digunakan Sims untuk mendekati kawah lava. "Dia bisa melindungi Anda dari panas radian, tetapi jika Anda terkena cipratan lava, itu akan membunuh Anda", jelasnya. Untuk waktu 30 tahun, Peter telah mengeksplorasi gunung-gunung berapi di seluruh dunia. "Melihatnya dari dekat kekuatan primer yang membentuk planet dapat menghipnotis saya. Anda tidak akan mengizinkan diri Anda terkena mantera gunung berapi, terutama jika Anda sedang ada di Nyiragongo yang tidak bisa diprediksi. Ini bisa menjadi kesalahan fatal".

Satu dari banyak kesulitan yang mengelilingi Nyiragongo adalah memprediksi kapan erupsi selanjutnya bakal terjadi. Kami bertanya-tanya apakah ekspedisi ini dapat membantu dalam mendapatkan prediksi. Sepertinya hal ini memang akan membawa perubahan, tetapi kami membutuhnya setidaknya dua tahun ekspedisi. "Saya tidak akan menilai terlalu tinggi", kata carsten. "Monitoring yang lebih baik adalah satu-satunya cara untuk membantu. Masalahnya adalah, mereka mempunyai kesulitan di gunung berapi itu karena stasiun seismik biasanya langsung dicuri oleh orang oknum karena memang berharga. Jadi dapat dipastikan memang sangat sulit memonitor gunung berapi ini... Ya, intinya, hal ini akan membantu...apa yang kami lakukan. Para peneliti ini melakukan banyak pengambilan sampel dan pengukuran gas untuk mengetahui lebih baik gunung berapi ini".
Photo: National Geographic Television

Carsten adalah eksplorer, petualang dan fotografer yang sempurna. Dia membagikan filosofinya ketika ditanya bidikan manakah yang paling sulit selama perjalanan ini, "Hmm...saya tidak melakukannya satu demi satu". "Dia melanjutkan, "Saya ingin menceritakan sebuah kisah, dan tentu saja ada yang paling mudah dan ada yang paling sulit. Maksud saya, semuanya memang harus cepat, dan mungkin tidak menjadi yang paling spektakuler, tetapi Anda akan berjuang setiap saat. Anda tidak pernah punya perasaan bahwa Anda akan berakhir. Maksud saya, itu adalah sikap umum saya: saya tidak tahu apakah sekarang sudah cukup untuk membuat cerita untuk National geographic; apakah saya perlu lebih? Anda tidak menanyakanannya; Anda akan bekerja sekuat tenaga. Kesulitan yang paling besar adalah cuaca. Kami pernah dapat cuaca yang sangat buruk. Hujan dan kabut dan berembut, dan Anda perlu keuletan untuk mendapatkan bidikan yang tepat.
Photo: National Geographic

Dia menambahkan, "Tidak ada presipitasi dan visibilitas yang bagus dan semuanya harus ada bersama-sama, bukanlah hal yang mudah karena satu faktor selalu nihil. Dan kenyataannya selalu berbeda dari yang kau bayangkan. Anda harus benar-benar bekerja dan membuat suatu kompromi.... Anda harus benar-benar yakin yang terbaik. Anda mempunyai pandangan dan Anda tidak dapat mencapainya, jadi Anda mencoba meraihnya. Saya akan mengatakan akan selalu ada kejutan-kejutan, dan jika Anda menemukan sesuatu hal yang belum pernah Anda pikirkan sebelumnya, Anda harus mencoba dan mengelolanya. Anda harus bertindak sesuai dengan situasi. Anda juga harus bergerak cepat, dan menurut saya akan menjadi sesuatu yang bosan kalau itu semua tidak ada. Itu adalah inti pekerjaan saya - menjadi ingin tahu dan mengeksplorasi dunia. Ini adalah saat penentuan bagi saya. Anda ingin mengeksplorasi sesuatu yang baru, dan Anda ingin keluar dari zona nyaman Anda untuk mengalaminya".

Artikel ini berdasarkan cerita "World's Most Dangerous Volcano", in National Geographic's April 2011 issue.
"National Geographic Channel will air Man vs. Volcano on Thursday, April 7 at 10PM ET/PT as part of its signature event, Expedition Week, which features 13 new premieres over 7 straight nights. For more information, visit www.natgeotv.com/expedition."

To see more of Carsten Peter's breathtaking photography in other places, head to www.carstenpeter.com where you will find his full complement of work.

Referensi: http://www.environmentalgraffiti.com/news-nyirigongo-worlds-most-dangerous-volcano

Saturday, 17 March 2012

Erupsi Gunung Semeru yang Menakjubkan

Photo: M. Rietze
Ribuan gelembung gas meletus dan menghamburkan magma dan material vulkanis ke udara bersamaan, menciptakan pemandangan yang menarik perhatian. Berikut ini adalah beberapa hasil jepretan erupsi GUnung Semeru di Indonesia pada tahun 2004, dari awal hingga akhir.


Photo: M. Rietze
Gunung Semeru adalah salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Sejak tahun 1818, gunung ini sudah pernah meletus sebanyak 55 kali, dengan 10 erupsi diantaranya memakan korban jiwa dan kerusakan di sekitarnya. Erupsi Semeru menunjukkan kekuatan menginspirasi kekaguman alam.


Hal pertama yang dapat Anda saksikan adalah kepulan lembut asap berwarna abu-abu. Hal yang sulit dipercaya bahwa hal inilah yang akan menyebabkan gunung berubah menjadi terbakar!

Terletak di Jawa Timur, Gunung Semeru dikenal juga dengan nama "Gunung Agung", dan para turis sering mendakinya. Hal ini bisa berbahaya, tentu saja karena erupsi yang sering. Pada tahun 1969, seorang pendaki asal Indonesia meninggal karena menghirup gas beracun ketika mendaki gunung tersebut.

Pada gambar berikut ini, matahari tenggelam bersamaan dengan material dari dalam gunung berapi mengubah warna asap menjadi jingga ketika asap ini mencapai ketinggian di angkasa. Pada titik ini, magma masih berada di bawah permukaan, tetapi sudah hampir berubah.

Photo: M. Rietze
Sekarang kita mulai melihat aksi yang sebenarnya - menunjukkan bahwa ini bukan saja  sendawa yang ringan :P - dengan adanya baru dan lava yang membuncah. Erupsi gunung Semeru sebenarnya hampir selalu konstan sejak tahun 1967, tetapi erupsinya bisa berulang dengan interval 20 menitan.

Photo: M. Rietze
Sekarang, kita bisa melihat fragmen bebatuan dan lava yang dari gelembung-gelembung gas yang meletup-letup menuruni lereng.

Gunung berapi mempunyai beberapa tipe erupsi. Yang kita lihat ini disebut dengan erupsi Stromboli, yang disebabkan oleh gelembung-gelembung gas yang membuncah dalam magma. Gelembung-gelembung ini tumbuh dan menjadi semacam 'peluru' yang ketika mencapai permukaan, bakalan mengeluarkan suara letusan karena perbedaan tekanan udara.

Aktivitasnya menjadi lebih dahsyat, dan lebih banyak lagi lava pijar yang berlomba-lomba menuruni lereng - tetapi seperti yang kita lihat, lava yang keluar tidak sampai menutupi keseluruhan sisi gunung seperti yang kadang terlihat di gunung berapi lainnya.

Photo: M. Rietze
Peristiwa menakjubkan ini yang terlihat seperti parade kembang api adalah lontaran 'bom vulkanik' dan fragmen-fragmen. Misil-misil ini berbentuk seperti parabola dan akan mendarat di sekitarnya. Pemandangan yang tampak indah ini dibarengi dengan pelepasan panas membara yang cukup dapat membinasakan segala sesuatu yang berdekatan dengannya.

Photo: M. Rietze
Erupsi stromboli tidak meninggalkan sungai lava cair yang besar (meskipun kadang dijumpai batu-batuan cair). Erupsi ini tergolong erupsi yang relatif pasif secara keseluruhan, dan jarang membuat kerusakan hebat dan erupsi model ini dapat berlangsung hingga ribuan tahun.

Alam mempunyai kekuatan yang paling kuat - dan paling merusak - di bumi ini, dan tidak ada manusia satupun yang dapat menandinginya, seperti yang telah kita saksikan bersama dalam erupsi gunung di atas. Gambar-gambar itu menunjukkan kekuatan bumi dan api, yang dalam kenyataannya telah menciptakan danau kecil di puncak Gunung Semeru. Kecantikan dan kerusakan datang silih berganti.


Referensi: http://www.environmentalgraffiti.com/news-spectacular-sequence-snapshots-mount-semeru-erupting

Saturday, 10 March 2012

Salar de Uyuni: Daratan Garam Terluas di Dunia


Photo: Luca Galuzzi
Antartika mungkin terlihat seperti ini secara sekilas, tetapi tempat ini ternyata tidak mempunyai dataran yang curam seluas lebih dari 10.000 kilometer persegi. Mungkin, tempat ini lebih mirip planet ekstrateresterial dengan ketiadaan manusia - hanya sapuan angin, atmosfir asin, oksigen tipis karena ketinggiannya. Tetapi tidak - permukaan maha luas di sini ternyata benar-benar ada di bumi ini, tepatnya di negara Amerika Selatan, Bolivia. Ladang luas ini disebut Salar de uyuni, sebuah hamparan garam terluas - dan mempunyai pemandangan terindah di dunia - yah...salah satunya.

Photo: Lion Hirth
Ribuan tahun yang lalu, kurang lebih sekitar 30.000 tahun, terdapatlah sebuah danau besar yang disebut Danau Minchin. Danau ini berubah melalui proses geologis yang berbeda dan berakhir sebagai dua danau air tawar dan dua danau air asin, salah satunya disebut Uyuni. Seiring berjalannya waktu, Uyuni membentuk kerak garam yang tebal dengan garam di puncaknya terdiri atas litium, magnesium dan garam meja.

Photo: Luca Galuzzi
Sekarang, garam ini dikikis dari permukaan menjadi gunungan yang lebih mudah kering dan lebih mudah diangkut. Beberapa kerak turun ke bawah membentuk lempengan; di beberapa tempat ketebalannya bisa mencapai beberapa inci, seperti yang tampak di bawah ini.

Photo: Mitsuhirahito
Separuh dari total litium di dunia dihasilkan di bawah kerak garam Uyuni; garam ini kemudian diekstrak untuk digunakan untuk pembuatan baterai dan obat-obatan. Turisme adalah salah satu pendapatan utama terbesar bagi Bolivia, dan Salar ini adalah tujuan wisata yang harus dikunjungi. Para turis dapat tinggal di hotel-hotel garam: hotel pertama yang dibangun ditutup pada tahun 2002 karena beberapa peraturan lingkungan dilanggar - seperti misalnya pengaturan limbah - tetapi beberapa telah dibuka dekat dengan tepi Salar di mana limbah mudah dievakuasi keluar. Blok-blok garam ukuran besar menjadi pondasi hotel karena material ini paling gampang ditemui di tempat ini. Gambar di bawah ini menunjukkan pembuatan blok-blok garam untuk konstruksi.

Photo: Steffen Sledz
Ada pula beberapa danau di area tersebut yang terbanjiri saat musim hujan, mengirimkan jeram air yang menutupi Salar de Uyuni. Ketika Salar tertutupi dengan air, tempat ini menjadi cermin paling besar di dunia!


Photo: Chechevere

Salar tidak hanya menyediakan garam, litium, halida dan gipsum -  hasil alam yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar yang mengumpulkannya harus membaginya sebagai bagian dari kerjasamanya; tetapi juga dimanfaatkan oleh para astronot! Tempat ini termasuk salah satu datara yang tertinggi dan terbesar di muka bumi, dan permukaannya halus karena banjir tiap musim - melarutkan permukaan yang tidak rata - sehingga merupakan tempat yang ideal untuk kalibrasi lokasi satelit.

Photo: Luca Galuzzi
Matahari perlahan-lahan tenggelam di cakrawala, warna keemasan berkilau memantul dari permukaan tanah, membuat suasana danau berubah menjadi arena pesta para peri dengan sinar peri di semua tempat. Pemandangan luar biasa ini mungkin tidak bisa ditemukan di manapun di dunia ini, bahkan mungkin di alam semesta.

Referensi: http://www.environmentalgraffiti.com/news-largest-salt-flats-world
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...